Pendamping Desa – Desas-desus beredar bahwa beberapa produsen ponsel pintar asal Tiongkok, seperti Oppo, Vivo, dan Xiaomi, tengah menyiapkan perangkat tanpa dukungan aplikasi dan layanan Google, yang dikenal sebagai Google Mobile Service (GMS).
Sebagai contoh, Xiaomi, perusahaan induk yang membawahi merek Redmi dan Poco, dikabarkan sedang menyempurnakan HyperOS 3.
Kabarnya, sistem operasi ini tidak akan lagi mengandalkan layanan Google. Hal ini menyerupai langkah Huawei dengan HarmonyOS.
Baca juga: Antarmuka HyperOS 3 Meluncur Sebentar Lagi, Ini HP Xiaomi yang Kebagian
Menurut laporan dari XiaomiTime, sebuah situs yang fokus pada perkembangan perangkat lunak HyperOS, Xiaomi tidak berjuang sendirian.
Disebutkan bahwa Xiaomi berkolaborasi dengan Huawei serta vendor lain di bawah naungan BBK Group, termasuk Oppo, Vivo, dan OnePlus, seperti yang dirangkum oleh KompasTekno dari Giz China, Senin (12/5/2025).
Implikasinya adalah, sistem operasi yang menggerakkan ponsel pintar dari Xiaomi, Oppo, Vivo, dan OnePlus di masa mendatang, berpotensi tidak lagi kompatibel dengan layanan Google, mengikuti jejak Huawei.
Masih terlalu dini untuk memastikan kebenaran rumor ini. Jika benar terjadi, kemungkinan ponsel Xiaomi, Oppo, dan Vivo tanpa layanan Google, hanya akan dipasarkan di China. Mengingat, akses ke aplikasi Google di Tiongkok memang telah dibatasi.
Namun, menjual ponsel tanpa layanan Google di pasar global akan menjadi tantangan signifikan bagi para vendor.
Tidak hanya itu, rencana ini juga akan memberikan tekanan tersendiri bagi Google. Pasalnya, Xiaomi, Oppo, dan Vivo merupakan tiga merek ponsel pintar terbesar dari China secara global, berdasarkan laporan terbaru Canalys.
Berdasarkan data dari Canalys, Xiaomi menduduki peringkat ketiga sebagai merek ponsel pintar terbesar di dunia pada kuartal I-2025 dengan pangsa pasar 14 persen. Vivo dan Oppo menyusul di posisi keempat dan kelima dengan pangsa pasar yang sama, yakni 8 persen.
Baca juga: 5 Merek Smartphone Teratas Dunia Awal 2025 Versi Canalys
Imbas perang dagang AS-China
Latar belakang rencana pengembangan perangkat lunak tanpa layanan Google ini, kabarnya dipicu oleh tensi geopolitik yang semakin meningkat, terutama setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Pada awal masa jabatannya di periode kedua ini, Trump kembali menghidupkan perang dagang AS-China dengan menaikkan tarif impor resiprokal.
Baca juga: Trump Kenakan Tarif Impor China 145 Persen, Saham Apple, Meta, dkk Berguguran
Bukan mustahil, Trump akan memberlakukan pembatasan terhadap perusahaan-perusahaan China dalam mengakses teknologi AS, seperti yang dialami oleh Huawei pada tahun 2019.
Sedikit kilas balik, saat itu, Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam (entity list) karena dugaan keterkaitan dengan pemerintah China.
Akibatnya, Huawei dilarang menjual produknya, menggunakan, serta mengimpor berbagai teknologi yang berasal dari AS, termasuk sistem operasi Android.
Konsekuensinya, ponsel pintar buatan Huawei tidak lagi mendukung layanan GMS, dan digantikan dengan Huawei Mobile Service (HMS) di dalam sistem operasi HarmonyOS.
Tanpa GMS, ponsel Huawei tidak dilengkapi dengan layanan Google, seperti YouTube, Google Maps, Google Drive, dan lain-lain.